”WEEKEND ini seharusnya kami pergi ke Cirebon. Eh, Andi malah sudah pergi dengan temannya berburu Pokemon di Lembang…” sahabat saya mengabari via WA (WhatsApp).
Andi, putra sahabat saya, memang sedang keranjingan permainan Pokemon Go. Ia mendapat kabar dari temannya di Lembang ada Dragonite, Pokemon jenis naga yang jarang ditemui di Jakarta. Dragonite adalah salah satu dari 722 pocket monster virtual yang bisa ditangkap dalam Pokemon Go.
Andi memosisikan diri sebagai pelatih Pokemon. Menangkap Pokemon untuk dilatih merupakan awal dari permainan Pokemon Go. Sejak diluncurkan oleh Nintendo Co dan Niantic Inc di Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru, pada 6 Juli silam, permainan berbasis realitas berimbuhan (augmented reality) ini menggapai sukses luar biasa. Di Amerika Serikat saja saat ini diperkirakan ada 10 juta pemain aktif setiap hari.
Secara bisnis, Pokemon Go mendongkrak harga saham Nintendo Co sekitar 30% dalam waktu sepekan. Total nilai pasar saham Nintendo Co mengalami kenaikan sekitar USD11 miliar (Rp145 triliun) dalam sepekan. Diperkirakan, harga saham Nintendo Co masih akan terus melambung. Rupanya para investor saham tidak kalah gesit dalam berburu saham dibanding para pelatih Pokemon dalam berburu Pokemon.
Investor saham segera mencium aroma uang dari keberhasilan Pokemon Go. Seperti kata kolumnis Joana Stern di Wall Street Journal, ”Pokemon Go is much more than a game – it is the future of how we are going to interact with computers.” Perusahaan riset pasar SuperData memperkirakan bahwa Pokemon Go meraup penghasilan dari in-game trans action sekitar USD14,4 juta hanya dalam waktu sepekan.
Bandingkan dengan mobile game Nintendo pertama, Miitomo, yang hanya bisa menghasilkan USD115.000 dalam waktu empat bulan sejak diluncurkan. Investor saham berharap keberhasilan Pokemon Go akan membuka peluang lain bagi Nintendo Co dalam bisnis mobile gaming. Fenomena memburu saham yang memiliki produk baru inovatif bukanlah hal baru.
William J O’Neil, penggagas strategi investasi CANSLIM, menemukan bahwa pada periode 1953-1993 di Amerika Serikat, lebih dari 95% sukses saham berkinerja prima disebabkan oleh manajemen baru, produk maupun jasa baru maupun perubahan positif pada suatu industri. O’Neil merujuk sesuatu yang baru ini sebagai unsur ”N” alias New.
Misalnya, pada 1963, saham Syntex melejit dari USD100 menjadi USD500 dalam enam bulan setelah meluncurkan oral contraceptive pill. Saham McDonald memberikan profit 1.100% selama periode 1967-1971 setelah menerapkan konsep low priced fast food franchising. Saham Polaroid melejit 300% dalam waktu tiga tahun setelah memperkenalkan kamera ”jepret langsung jadi” pada 1957.
Inovasi adalah kata kuncinya. Pada 1985 dewan direksi Apple Computer memaksa Steve Jobs keluar dari manajemen. Kinerja Apple pun turun drastis di tangan dua CEO penggantinya. Ketika Steve Jobs kembali menjadi CEO Apple, ia mengatakan bahwa strategi untuk mengembalikan kejayaan Apple bukanlah pemotongan biaya (cost-cutting), tetapi inovasi.
Terbukti produk baru, seperti iPod, IPhone, dan iPad berhasil mendongkrak kinerja Apple. Saham Apple naik lebih dari 1.400% dalam satu dekade setelah Steve Jobs beraksi kembali. New juga merujuk pada cara baru perusahaan menjual produk atau jasanya.
Peter Lynch, fund manager legendaris, dalam bukunya One Up on Wall Street, membongkar rahasia sukses membeli saham Hanes, perusahaan apparel, pada 1970-an. Saat itu Hanes mencoba menjual stoking wanita dengan brand L’eggs di tempat yang tidak lazim yaitu supermarket. Hanes menempatkan L’eggs bersama permen karet, baterai, dan alat cukur di rak dekat kasir.
Sebuah strategi yang didasarkan pada hasil riset bahwa wanita 12 kali lebih sering pergi ke supermarket daripada department store. Ketika sang istri menceritakan tentang L’eggs, Lynch segera mencium potensi sukses produk ini.
Setelah melakukan sedikit riset tambahan terhadap Hanes, Lynch memutuskan untuk membeli saham ini. L’eggs menjadi salah satu consumer product terlaris di AS pada dekade 1970 dan Lynch menikmati keuntungan dari kenaikan harga saham Hanes sebesar 500%.
Sebuah produk, layanan, atau proses yang baru dapat menciptakan keunggulan bersaing dan unsur pembeda dari para pesaing. Untuk jangka waktu tertentu perusahaan dapat menikmati peningkatan pendapatan maupun laba bersih yang besar akibat ketiadaan atau rendahnya tingkat persaingan.
Seperti yang dialami Sosro yang membotolkan teh atau Aqua yang menjual air mineral. Namun, tentunya kondisi seperti ini tidak bisa berlangsung seterusnya karena para kompetitor akan segera meniru produk, layanan, atau proses baru tersebut.
Untuk menangkap ”saham Pokemon”, yakni saham perusahaan yang inovatif, kita harus rajin mengikuti berita ekonomi dan bisnis. Tangkaplah segera saham perusahaan yang memiliki unsur N (New) yang ”nendang”.
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
Sumber : Koran Sindo