Dunia pariwisata di Tanah Air memang sedang mengalami masa keemasan, jutaan orang berkunjung ke Tanah Air untuk mengeksplorasi keindahan berbagai destinasi wisata yang ditawarkan.
Kemajuan teknologi semakin memudahkan promosi obyek wisata di Tanah Air. Booming media sosial yang mengikuti tren foto diri (selfie ) menunjang perkembangan obyek wisata. Berbagai pilihan destinasi wisata dapat dengan mudah ditemukan melalui sarana gadget ditambah dengan penerbangan murah yang banyak ditawarkan oleh maskapai penerbangan mengakibatkan semakin mudah orang berkunjung ke suatu wilayah.
Seperti Pulau Lombok, yang dulu kalah tenar dengan Pulau Dewata Bali. Pulau Lombok yang berada di bilangan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), perlahan-lahan kunjungan wisatawan di wilayah ini mulai mengalami peningkatan. Meski bergantung dengan wisatawan, tetapi ternyata pemerintah setempat sama sekali tidak menggantungkan pendapatan asli daerah (PAD) dari penjualan retribusi masuk ke obyek wisata.
Ketika awak media berkunjung ke Pulau Lombok akhir pekan lalu, sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan obyek wisata di Lombok. Hanya beberapa pulau di luar Lombok seperti Giri Trawangan yang memang memiliki potensi keindahan laut yang luar biasa sehingga mampu menyedot wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri untuk berkunjung ke tempat tersebut. Sebenarnya, keindahan obyek wisata di DIY jauh lebih eksotis dibanding dengan Pulau Lombok. Hal tersebut juga diakui oleh pemerintah setempat jika wilayah mereka sebenarnya biasa saja untuk ukuran obyek wisata.
Namun, mereka memiliki strategi khusus untuk mendapatkan PAD lebih besar dari dunia pariwisata. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Mataram, Nurhayati. Pihaknya memang mengesampingkan penjualan retribusi atau tiket masuk ke obyek wisata. Semua obyek wisata di wilayah ini dibebaskan dari tiket retribusi masuk dan hanya dibebani parkir.
“Kami ada 13 obyek wisata, dan hanya satu yang membebankan retribusi masuk seikhlasnya. Itu pun dikelola oleh kelompok adat,” tuturnya. Saat ini, memang belum ada rencana dari Pemerintah Mataram untuk membuat peraturan daerah (perda) tentang retribusi tiket masuk ke obyek wisata. Meski membebaskan retribusi masuk, tetapi PAD dari sektor pariwisata tetap tinggi. Pemerintah kota (pemkot) justru mendapatkan lebih PAD dari pajak restoran dan hotel.
Pajak hotel dan restoran menduduki posisi lima teratas penyumbang PAD di Kota Mataram. Dalam tiga tahun terakhir, perkembangan jumlah hotel dan restoran di wilayah ini memang sangat pesat. Sumbangan PAD dari kedua sektor ini juga cukup besar, untuk pajak hotel Pemkot Mataram bisa menerima hingga Rp5 miliar dan dari pajak restoran sebesar Rp9 miliar.
“Sektor pariwisata memiliki multiplier efek yang besar, maka harus digarap dan dikonsep dengan baik,” katanya. Saat ini, jumlah hotel berbintang dan nonbintang di wilayah ini mencapai 116 buah. Kontribusinya untuk PAD diharapkan meningkat tahun ini. Tahun ini pihaknya menargetkan penerimaan pajak dari sektor wisata sebanyak Rp12 miliar, jauh lebih tinggi dibanding dengan pajak sebelumnya. Agar tercapai, berbagai kebijakan diambil untuk menambah lama tinggal wisatawan.
“Sekarang sudah tiga hari. Padahal rata-rata tinggal nasional hanya 2,3 hari,” paparnya. Kepala Kantor Tata Pemerintahan Kota Mataram Nyoman Suwandiyasa mengakui, pihaknya memang tidak terlalu berharap dari penjualan retribusi tiket masuk obyek wisata, karena kini mereka tengah berkonsentrasi menuju Kota Perdagangan dan Jasa. Pihaknya lebih mengedepankan penjualan sektor jasa seperti yang sekarang tengah digalakkan. “Kami berupaya memberikan layanan terbaik daripada menarik retribusi tiket masuk,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Disbudpar Bantul Bambang Legowo mengakui memang masih menggantungkan retribusi tiket masuk obyek wisata. Bahkan saat ini sudah menjadi PAD terbesar dari sektor pariwisata karena jumlahnya mencapai Rp11,1 miliar. Untuk wacana membebaskan retribusi masuk memang masih terlalu jauh. “Kami masih menimbangnya,” paparnya.
Erfanto Linangkung
Bantul