Foto: copyright Kukuh DePhotology Digital Studio |
Malam tadi saya berkesempatan memiliki waktu luang untuk memuaskan mata, melihat buku - buku berwarna - warni yang masih berbau percetakan dan beraroma kertas baru. Harus diakui, bau ini adalah bau yang segar dan menyemangati orang untuk membeli sebuah buku. Kebetulan buku yang semerbak aromanya ini adalah sebuah buku tentang menjadi orang tua. Entah mengapa, dari sekian banyak buku, buku inilah yang menarik perhatian sehingga menggerakan saya untuk meraihnya lalu membacanya.
Buku tersebut ternyata adalah karya bersama beberapa penulis dalam satu buku yang berniat 'mencerahkan' para orang tua dalam mengasuh anak - anak mereka. Di dalam buku tersebut, termuat langkah - langkah yang sistematis dan praktis dalam membina anak - anak. Konon dengan cara tersebut, anak-anak akan menjadi generasi tangguh dan gemilang. Namun sayangnya, tak ada satupun artikel menyoal tips dan trik yang mengacu pada kondisi 'luar biasa' sebuah keluarga atau rumah tangga dengan satu orang tua atau single parent. Yah, bisa dimaklumi, mungkin sasaran mereka bukan 2 dari 10 rumah tangga di Indonesia yang hanya memiliki 1 orang tua, baik karena salah satu orang tuanya meninggal atau meninggalkan mereka pergi dengan berbagai alasan.
Parenting, yang dilakukan secara solo maupun duo, diyakini sebagai kunci sukses pembentukan karakter dan jati diri generasi selanjutnya. Walau 'kacang ninggali lanjaran'(kacang akan serupa kulitnya), anak - anak adalah bibit yang disemai, kemudian tumbuh dan harus dipelihara. Untuk memeliharanya, orang tua harus memupuk dan menjaganya dari gangguan hama. Jika perlu harus dipagari dengan rapatnya, agar tak dirusak oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Mungkin Mom sudah sangat familiar dengan pepatah 'apel tak jatuh jauh dari pohonnya'. Maka, selain dijaga dan dipupuk sedemikian rupa, anak - anak juga akan mencontoh dari apa yang dilakukan orang tua mereka sehari-hari. Ibaratnya cermin yang memantulkan citra diri orang tuanya juga 'pengeras suara' dari yang orang tua ucapkan. Sejauh pengetahuan dan pengalaman yang ada, cara terbaik membentuk mereka adalah membiarkan mereka mendengar, melihat lalu mencontoh langsung dari orang tuanya. Dengan demikian, orang tua akan dituntut untuk selalu berusaha memberikan contoh yang baik setiap saat.
Setelah membuka-buka isinya dengan seksama, buku itu akhirnya tak jadi saya beli karena sulit diaplikasi dalam kondisi yang ada saat ini. Bisa jadi para penulisnya adalah para akademisi, ahli psikologi anak dan pakar humaniora lainnya, yang setiap hari dibantu satu atau dua staf kerumahtanggaan, sekretaris pribadi dan pasangannyapun masih setia mendampingi. Bisa jadi mereka telah menitipkan anak - anaknya ke baby sitter terpercaya dan menyekolahkan mereka ke full day schoolternama, sehingga mereka punya kesempatan mengeksplor diri, memiliki waktu untuk menuliskan pendapatnya ke dalam buku yang mencerahkan ini. Namun cahaya cerah buku ini rasa - rasanya tak mampu menggapai sudut - sudut tersembunyi area single parenting yang semakin hari semakin 'meluas' di negeri ini.
Sayapun pulang, kembali untuk kembali berusaha sekuat tenaga untuk menjadi contoh bagi anak - anak saya dan bukan sekedar untuk menjadi orang tua. Tanpa buku, tetapi belajar dari pengalaman dan anak-anak saya sebagai gurunya.
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/